Saturday, 14 January 2017

Alkisah, Pemuda Tukang Kayu


Ada sebuah kisah, yang barangkali bisa menjadi pembelajaran kita bersama, tentang bagaimana sebuah proses “diperjuangkan”.
Dikisahkan, ada seorang anak muda yang mendapat pelajaran penting dalam hidupnya.
Pemuda ini tadinya adalah seorang pemuda yang biasa-biasa saja. Bahkan, cenderung dianggap bodoh dan terbelakang oleh teman-temannya. Sebab, ketika mendapat pelajaran di sekolah, ia hampir selalu menjadi yang terbelakang dalam menerima pelajaran yang diberikan guru.
Beruntung, ia punya orangtua yang sangat pengertian. Meski berkali-kali diolok-olok karena kebodohannya, ia selalu mendapat kalimat penyemangat dari orangtuanya. Setiap kali menangis karena dikucilkan, orangtuanya tetap mendampingi dan memberikan dukungan yang diharapkan. “Tidak apa-apa Nak. Kamu orang hebat. Hanya saja, kamu masih perlu mengasah kehebatanmu. Kamu bisa, Nak. Jangan putus asa,” begitu selalu nasihat positif diberikan orangtua kepadanya.
Suatu kali, karena terjadi wabah penyakit di desanya, kedua orangtua si pemuda meninggal. Namun, sebelum meninggal, mereka sempat memberikan wejangan pada si pemuda. “Nak, kelak saat kami meninggal, mungkin tidak ada lagi yang akan mendukung dan menyokongmu. Karena itu, kamu harus bisa mandiri. Karena itu, ingatlah sebuah nasihat penting ini. Jadilah air yang menetes dan melubangi batu. Fokuslah pada apa yang kamu bisa, maka kamu akan jadi seorang yang dihargai orang lain.”
Sepeninggal orangtuanya, si pemuda sangat sedih. Sebab, tak ada lagi orang yang bisa melindungi dan memberikan kasih sayang. Karena itu, daripada hidup dalam kesedihan, ia memutuskan pergi merantau.
Selama ini, selain sekolah, ia membantu ayahnya yang seorang tukang kayu. Karena itu, setelah ayahnya meninggal, hanya itulah ilmu satu-satunya yang paling ia kuasai. Ia sendiri sebenarnya masih kurang paham dengan nasihat terakhir yang diberikan orangtuanya. Namun, setidaknya ia berpikir sederhana, bahwa orangtuanya menasihati untuk fokus pada apa yang ia bisa. Karena itu, ia lantas memutuskan menjadi tukang kayu.
Sebagai tukang kayu yang mendapat banyak ilmu dari ayahnya, si pemuda memang lebih mudah mengenali kayu jenis apa saja yang terbaik untuk berbagai keperluan. Mulai dari kayu untuk membangun rumah, pancang tiang bangunan, hingga kayu jenis untuk pahatan patung pun ia tahu mana yang terbaik. Namun, itu semua tak didapatnya dengan cepat. Semua ilmu itu adalah proses yang dipelajari saat ia sering membantu ayahnya dulu. Ternyata, karena hampir tiap hari membantu ayah, ia benar-benar menguasai teknik menilai kayu terbaik.
Suatu kali dalam pengembaraannya, ia pun berhenti di sebuah desa yang masih banyak hutan dan kayu. Di sanalah, ia merasa bisa bertahan hidup. Maka, si pemuda pun mencoba menjadi tukang kayu, sesuai dengan keahliannya. Hingga, suatu ketika, ada seorang kakek tua yang mendatanginya. Ia meminta si pemuda untuk mendapat kayu yang bisa dipahat menjadi patung. Si pemuda pun dengan cepat memberikan kayu terbaik yang dimiliki untuk dijual pada si orang tua.
Ternyata, si orang tua adalah pemahat patung terkenal di negeri tempat si pemuda tinggal. Karena merasa mendapat kayu terbaik, lama-lama si orang tua pun selalu memesan kayu kepada si pemuda. Si orang tua merasa selalu mendapat kayu terbaik untuk pahatannya, si pemuda merasa senang karena punya pelanggan tetap. Karena makin akrab, si pemuda pun akhirnya minta izin untuk belajar memahat kayu padanya.
Namun, sebelum memulai belajar, orang tua itu berkata, “Jika ingin jadi pemahat kayu terbaik, jangan pernah putus asa. Jadilah air yang menetes dan melubangi batu. Fokuslah pada apa yang kamu bisa, maka kamu akan bisa sukses.” Si pemuda terkejut, ternyata nasihat yang sama dengan orangtuanya dulu ternyata juga diberikan oleh si pemahat. Hal itu membuatnya yakin, meski dulu sempat dianggap bodoh, dengan mau fokus, ia akan bisa jadi pemahat yang terbaik. Ketekunan dan tekad kuat itulah yang kemudian benar-benar mampu membuatnya jadi murid terbaik si pemahat, hingga akhirnya ia dihargai oleh orang seantero negeri.
Dear Readers,
Kisah tersebut merupakan refleksi, bahwa semua perlu proses. Bahkan, bakat sekecil apa pun bisa menjadi kekuatan luar biasa jika terus diasah, difokuskan, dan diperjuangan. Karena itu, pepatah bijak dalam artikel ini,tetesan air dapat melubangi batu, semoga bisa menjadi “pegangan” bagi kita untuk mau terus berjuang, berkarya, dan bekerja maksimal, sesuai bidang masing-masing. Jika itu konsisten kita lakukan, niscaya ada banyak kesempatan sukses yang akan kita dapatkan.
Sumber: http://www.inspiradata.com/alkisah-pemuda-tukang-kayu/

No comments:

Post a Comment